Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) mengirimkan surat rekomendasi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam surat Nomor 02/DPP/I/2022 itu Aspebindo meminta langkah tegas dari pemerintah atas terjadinya krisis batu bara di PT PLN (Persero).
Dalam suratnya, Ketua Umum Aspebindo, Anggawira menyebutkan bahwa sebelumnya pihaknya pada Oktober 2021 sudah mengingatkan secara terbuka kepada Kementerian ESDM, akan kemungkinan terjadinya kekurangan stok batu bara domestik atau PLN.
Hal itu karena adanya disparitas harga antara harga patokan DMO US$ 70 per ton dengan harga pasar yang menembus US$ 150-an per ton.
Oleh karena itu, kata Anggawira, Aspebindo memberikan beberapa saran dan masukan sebagai langkah- langkah untuk mengatasi persoalan ini dan memberikan kepastian pasokan energi di masa yang akan datang.
Pertama, diperlukan perbaikan tata niaga proses bisnis batu bara yang mampu mengakomodir dan mengatur ekosistem bisnis yang telah ada. Sebagai ekosistem bisnis, bisnis batu bara telah diisi oleh berbagai tingkatan pelaku usaha besar, menengah dan kecil, saling terkait mulai dari aktivitas penambangan, pengangkutan, penjualan, serta sektor pendukung lainnya.
"Untuk itu Kementerian ESDM dan PLN perlu melibatkan setiap unsur usaha dalam proses pemenuhan energi nasional tanpa terkecuali," ungkap dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (5/1/2022).
Kedua, pemerintah perlu memberikan perlakuan yang sesuai pada pengusaha berdasarkan kelas dan jenisnya (PKP2B/IUP-OP) serta diperlukan adanya reformulasi bisnis bagi yang kontrak kerjasamanya dengan pemerintah akan habis.
"Pemerintah dapat mengambil alih konsesi-konsesi usaha pertambangan untuk mengamankan dan memastikan ketersediaan pasokan batu bara," tegas Anggawira.
Ketiga, pemerintah perlu hadir sebagai penengah terhadap permasalahan disparitas harga yang terjadi di pasar batubara antara Harga Batu Bara Acuan (HBA) PLN dan Harga Ekspor. Disparitas harga tak bisa dipungkiri menjadi sebab utama kelangkaan pasokan batubara domestik untuk itu pembahasan solusi harga perlu dilakukan bersama pelaku usaha.
"Keempat, pemerintah dapat memberikan insentif berupa kebijakan pajak yang progresif kepada pelaku usaha yang patuh dan mencapai target pemenuhan DMO," ungkap Anggawira.
Kelima, pemerintah perlu memperhatikan kesiapan PLN dalam menerima pasokan batubara ekspor yang tidak bisa dikirimkan. Saat ini biaya demurrage masih ditanggung oleh pengusaha, yang seharusnya dapat ditanggung pihak PLN karena proses antrian loading batubara di jetty PLTU yang tidak sesuai jadwal.
Sementara itu, ia juga meminta kepada PLN untuk bisa menyiapkan blending facility yang mampu menampung jenis batubara yang spesifikasinya selama ini tidak digunakan di pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia.
"Term of Payment yang sudah berjalan hari ini perlu lebih menarik bagi pelaku usaha. PLN bisa memberikan SKBDN atau pola-pola pembiayaan lainnya," tandasnya.